Proses Pembayaran & Aplikasi yang Digunakan Untuk Bisnis UKM

Proses Pembayaran & Aplikasi yang Digunakan Untuk Bisnis UKM

Apa yg dimaksud pembayaran?

Sekilas Sistem Pembayaran di Indonesia

Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana, guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.

Evolusi Sistem Pembayaran

​Sistem Pembayaran terus berevolusi mengikuti evolusi uang dengan 3 unsur penggerak yaitu inovasi teknologi & model bisnis, tradisi masyarakat, dan kebijakan otoritas. Awal mula alat pembayaran yaitu sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan. Hanya saja masalah muncul ketika dua orang ingin bertukar tidak sepakat dengan nilai pertukarannya atau salah satu pihak tidak terlalu membutuhkan barang yang akan ditukar.

Untuk mengatasi hal itu, manusia mengembangkan uang komoditas. Komoditas di sini adalah barang dasar yang hampir dibutuhkan oleh semua orang, misalnya garam, teh, tembakau, hingga biji-bijian. Hewan ternak digunakan sebagai uang komoditas pada tahun 900 hingga 6000 Sebelum Masehi (SM). Gandum, sayuran, dan tumbuhan kemudian juga dijadikan uang komoditas setelah muncul budaya pertanian.

Selanjutnya uang primitif mulai digunakan sekitar tahun 1200 SM dan berupa cangkang kerang atau cangkang hewan lainnya. Orang Tionghoa mulai memproduksi imitasi kerang cowrie yang terbuat dari logam dan tembaga. Sekitar tahun 100 SM, potongan kulit rusa putih dengan ukuran dan diberi berbagai jenis warna juga pernah digunakan sebagai alat pembayaran.

Uang kertas mulai digunakan pada sebagai alat pembayaran. Swedia merupakan negara pertama di benua Eropa yang menggunakan uang kertas di tahun 1661 setelah pabrik kertas didirikan pada tahun 1150 di Spanyol.

Sistem Pembayaran Tunai

Secara garis besar sistem pembayaran dibagi menjadi dua yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar terletak pada instrumen yang digunakan. Sistem pembayaran tunai menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) sebagai alat pembayaran.

Sistem Pembayaran Non Tunai

Sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai, instrumen yang digunakan berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang elektronik (card based dan server based). Cakupan sistem pembayaran non tunai dikelompokkan menjadi 2 jenis transaksi yaitu transaksi nilai besar (wholesale) dan transaksi ritel.

Transaksi nilai besar memiliki karakteristik transaksi yang bersifat penting dan segera (urgent), meliputi transaksi antar bank, transaksi di pasar keuangan atau transaksi dengan nilai ticket size ≥ Rp1 Miliar. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas transaksi ini adalah Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Sedangkan transaksi ritel meliputi transaksi antar individu dengan nilai ticket size < Rp1 Miliar dengan karakteristik bernilai kecil dan relatif tinggi frekuensinya. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas transaksi ini adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). ​

Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia

Evolusi yang Dinamis

Alat pembayaran di Indonesia berkembang sangat pesat dan maju. Alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non-cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based) misalnya cek dan bilyet giro yang diproses menggunakan mekanisme kliring/settlement. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai Kartu ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar (card-based).

Pada satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang digitalisasi dan penetrasinya ke kehidupan masyarakat yang mengubah secara drastis perilaku masyarakat. Instrumen alat pembayaran pun semakin bervariasi dengan kehadiran uang elektronik berbasis kartu (chip based) maupun peladen/server (server based). Pola konsumsi masyarakat pun mulai bergeser dan menuntut pembayaran serba mobile, cepat serta aman melalui berbagai platformantara lain web, mobileUnstructrured Supplementary Service Data(USSD) dan SIM Toolkit (STK).

Selanjutnya, muncul instrumen virtual currency yang merupakan uang digital yang diterbitkan oleh pihak lain selain otoritas moneter dan diperoleh dengan cara mining, pembelian atau transfer pemberian (reward). Kepemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulatif. Hal ini dikarenakan tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan virtual currency sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Perkembangan Sistem Pembayaran Saat Ini

Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat.  Bank Indonesia dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan sistem pembayaran.​

Berkaca pada kondisi tersebut, perkembangan sistem pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi, maka perkembangan sistem pembayaran di Indonesia saat ini mengarah pada upaya penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan teknologi informasi.  Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang melakukan kerjasama dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut.

Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan settlement transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) juga terus berupaya memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien, aman, dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.

Masyarakat kini dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen pembayaran yang semakin bervariasi. Terjadi pergeseran instrumen yang semula menggunakan paper-based instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat bertranskasi dengan kartu kredit, kartu ATM/Debet, uang elektronik baik chip based maupun server based sebagai alat pembayaran.

Penguatan infrastruktur tersebut tercermin dimana Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan settlement Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (-RTGS). Layanan penyelesaian settlement dari transaksi jual beli valuta asing khususnya United States Dollar (USD) terhadap Indonesian Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk menghindari terjadinya risiko kegagalan settlement pada saat pertukaran nilai uang dilakukan. Selain itu, dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke depan yang semakin tiada batas, tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para pelaku ekonomi, antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA maupun kerjasama regional lainnya.

Selain PvP, penguatan infrastruktur lainnya adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi settlement surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan settlement di Bank Indonesia. Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan settlement dana dan surat berharga berikut infrastruktur dan sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank Indonesia kepada stakeholdersterkait.

Tak ketinggalan di sisi ritel, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang merupakan sistem kliring. Penyempurnaan SKNBI dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip no money no game pada proses penghitungan kliring debet yang baru, menuntut bank untuk selalu menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya.

Hal ini mendorong bank peserta kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara lebih baik dan efisien. Masih di sisi pembayaran ritel, perkembangan industri pembayaran ritel diarahkan kepada penciptaan interoperabilityantar sistem yang digunakan demi terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh isu keamanan bertransaksi dalam menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan teknologi chip pada kartu ATM/Debet diyakini dapat meminimalkan timbulnya kejahatan fraud pada kartu ATM/Debet. Selain itu, interoperability antar sistem juga diciptakan pada penyelenggaraan uang elektronik

Bank Indonesia telah menetapkan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Sebagai salah satu quick win untuk mewujudkan visi SPI 2025 tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kebijakan operasional SKNBI yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri dengan tetap memperhatikan perlindungan nasabah.

Perkembangan Kebijakan Sistem Pembayaran

Orientasi kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran mulai bergeser sejak 1 dekade terakhir, dari pengembangan infrastruktur sistem pembayaran yang dioperasikan langsung oleh Bank Indonesia menuju penataan rezim regulasi dan kelembagaan industri sistem pembayaran, khususnya sistem pembayaran ritel yang tidak terlepas dari dampak menguatnya arus digitalisasi.

Kebijakan Sistem Pembayaran Indonesia

​Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025: Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital

Arus digitalisasi masuk secara deras ke Indonesia, demikian pula potensinya di masa depan. Tren digitalisasi tersebut mempengaruhi sendi-sendi perekonomian, mengubah pola transaksi masyarakat, baik individu maupun korporasi, dan mendisrupsi fungsi-fungsi konvensional, tidak terkecuali di sektor keuangan.

Dengan gambaran tersebut, tren digitalisasi ekonomi dan keuangan di Indonesia memberikan peluang sekaligus risiko. Perkembangan teknologi digital dan inovasi telah memungkinkan perkembangan sistem pembayaran yang nyaman, cepat, dan efisien serta membuka lebar peluang inklusivitas ekonomi-keuangan. Namun demikian, kemajuan tersebut muncul bukan tanpa risiko, risiko cyber security, AML-CFT dan proteksi terhadap pemanfaatan data. Selain itu, tendensi penguasaan ekosistem digital rentan terhadap penguasaan pasar dan penyalahgunaan data yang mengganggu stabilitas sistem keuangan. Risiko penting lainnya adalah potensi hilangnya peran konvensional perbankan dan menguatnya shadow banking yang berujung pada terganggunya efektivitas kebijakan moneter.

Tantangan kebijakan bagi otoritas ekonomi dan keuangan di era digital, khususnya Bank Indonesia adalah mencari titik keseimbangan yang tepat antara upaya mengoptimalkan peluang yang diusung oleh inovasi digital dengan upaya untuk memitigasi risiko.

Untuk itu, hadirnya Visi Sistem Pembayaran Indonesia dan BlueprintSistem Pembayaran Indonesia 2025 diharapkan dapat memberikan arah yang jelas, guna memperoleh manfaat digitalisasi dengan tetap menjamin terlaksananya mandat Bank Indonesia dalam pengedaran uang, moneter, dan stabilitas sistem keuangan.

Lima Visi SPI 2025 adalah Pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan. Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan. Ketiga, menjamin interlink antara Fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow bankingmelalui pengaturan teknologi digital (seperti Application Programming Interface-API), kerjasama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan. Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering /Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis publik, dan penerapan reg-tech dansup-techdalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan. Kelima,menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.

Kelima visi SPI 2025 ini akan diwujudkan dalam lima inisiatif, baik yang akan diimplementasikan langsung oleh Bank Indonesia maupun melalui kolaborasi dan koordinasi dengan otoritas terkait dan industri. Inisiatif pertama adalah open banking dan interlink bank-fintech yang terwujud melalui standarisasi open API yang memungkinkan keterbukaan informasi keuangan bank dan fintech kepada pihak ketiga secara aman.

Inisiatif kedua adalah pengembangan retail payment yang mengarah kepada penyelenggaraan secara real time 24/7 dengan keamanan dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan melalui fast payment, optimalisasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan pengembangan unified payment interface.

Inisiatif ketiga merupakan pengembangan wholesale payment dan financial market infrastructure. Cakupan ini meliputi beberapa pengembangan yang salah satunya adalah pengembangan RTGS. Inisiatif keempat berbicara mengenai data, dalam hal ini melakukan pengembangan data nasional yang kolaboratif dan terintegrasi sehingga dapat dioptimalkan pemanfaatannya.Inisiatif terakhir adalah melakukan pengaturan, pengawasan, perizinan, dan pelaporan untuk percepatan Ekonomi Keuangan Digital (EKD).

Dengan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025, diyakini bahwa inovasi digital akan sanggup membuka akses 83,1 juta populasi unbankeddan 62,9 juta UMKM pada ekonomi dan keuangan formal secara sustainable. Dengan demikian, semua upaya yang dilakukan diarahkan untuk masa depan Indonesia yang lebih kuat dan merata.​

7 Sistem Pembayaran Favorit di Indonesia

1. Transfer Bank

Pada Maret–April 2020, perusahaan fintech Rapyd melakukan survei terhadap 3.500 responden dari 7 negara dan menemukan bahwa 44,4 persen responden dari Indonesia lebih memilih menggunakan sistem pembayaran transfer bank untuk bertransaksi. Selain mudah digunakan, metode ini juga menjadi pilihan banyak orang karena menyediakan alternatif transaksi yang beragam, mulai dari transfer langsung dari mesin ATM sampai menggunakan fasilitas SMS, mobile, atau internet banking.

2. Dompet Digital

Masih dalam penelitian yang sama, survei Rapyd juga menemukan bahwa 33,8 persen responden Indonesia lebih mengutamakan penggunaan dompet digital dalam kegiatan transaksi sehari-hari. Berdasarkan survei IPSOS Marketing Summit Indonesia 2019, 26 persen responden setuju bahwa penggunaan dompet digital lebih praktis, aman, dan nyaman; 25 persen menyatakan puas dan senang memiliki akun dompet digital; sedangkan 19 persen mendapat manfaat terbaik dari dompet digital dengan adanya bukti pembayaran dari setiap transaksi.

3. Cash on Delivery (COD)

Meski pembayaran nontunai sudah semakin sering digunakan, masih banyak orang yang memilih sistem pembayaran tunai dengan metode cash on delivery (COD). Data BI 2017 menyebutkan bahwa 13,49 persen transaksi e-commerce menggunakan metode pembayaran COD. Rata-rata orang menggunakan sistem pembayaran ini untuk menjamin keamanan bertransaksi, baik dalam hal pembayaran maupun pemenuhan kualitas produk.

4. Kartu Kredit

Dalam lima tahun terakhir, nilai transaksi kartu kredit di Indonesia terus meningkat. Sepanjang 2019, terdapat 349,2 juta transaksi dengan kartu kredit senilai Rp342,7 triliun. Selain praktis dan dapat digunakan untuk transaksi nilai besar, kartu kredit juga sering kali dipilih dengan alasan penggunanya bisa memanfaatkan program cicilan 0 persen atau promo eksklusif lainnya yang ditawarkan kepada pemegang kartu kredit.

5. Pembayaran Melalui Gerai Ritel

Sistem pembayaran ini biasanya digunakan oleh para pelanggan yang kesulitan menemukan ATM atau tidak memiliki kartu debit maupun kredit. Berdasarkan catatan BI pada 2020, masih ada 91,3 juta masyarakat Indonesia yang belum mengakses layanan finansial atau perbankan (unbanked) sehingga kegiatan bertransaksi masih dilakukan dengan sistem pembayaran konvensional. Oleh karena itu, sistem pembayaran melalui gerai ritel masih sangat populer digunakan.

6. Rekening Bersama

Sistem pembayaran yang satu ini mulai sering digunakan, terutama di online marketplace. Dengan menggunakan rekening bersama, dana yang dibayarkan pembeli akan ditahan oleh pihak ketiga dan diteruskan kepada penjual setelah proses transaksi benar-benar selesai, yaitu sampai pembeli menerima produk yang dipesan. Rata-rata orang menggunakan rekening bersama untuk sama-sama melindungi penjual dan pembeli agar terhindar dari transaksi palsu atau potensi kerugian lainnya.

7.    Kartu Debit

Meski mengalami penurunan volume transaksi dari 12,54 persen pada 2018 menjadi 9,67 persen pada 2019, penggunaan kartu debit atau ATM masih cukup populer dalam industri keuangan. Hal ini disebabkan oleh metode pembayaran dengan menggunakan uang elektronik berbasis server sering kali memiliki limit dalam transaksi sehingga pembayaran menggunakan kartu debit masih diandalkan untuk transaksi dalam jumlah besar. Selain itu, pemilik kartu juga cukup memasukkan kode tertentu untuk melakukan pembayaran saat bertransaksi.

Dilansir dari laman resmi Bank Indonesia, sistem pembayaran adalah satu kesatuan yang utuh dari seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi kewajiban yang muncul dari kegiatan ekonomi.

Secara singkat, sistem pembayaran merupakan sistem yang berhubungan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Keberadaan sistem pembayaran merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sistem keuangan dan perbankan suatu negara. Keberhasilan sistem pembayaran akan memengaruhi perkembangan sistem keuangan dan perbankan suatu negara.

Berlaku sebaliknya, apabila sistem pembayaran mengalami kegagalan, maka akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi secara keseluruhan. Oleh sebab itu, system pembayaran harus diatur dan dijaga keamanan serta kelancarannya oleh suatu lembaga. Pengaturan system pembayaran umumnya dilakukan oleh bank sentral. Berarti, Bank Indonesia selaku bank sentral merupakan lembaga yang mengatur dan menjamin keaman system pembayaran d Indonesia.

Kesimpulkan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan sistem pembayaran penting dalam suatu perekonomian, yaitu untuk menjaga stabilitas keuangan dan perbankan, sebagai sarana transmisi kebijakan moneter, serta sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi suatu negara.

Demikianlah pembahasan tentang Sistem Pembayaran Di Indonesia Untuk Bisnis UKM. Terima Kasih telah berkunjung, semoga apa yang anda simak di artikel ini dapat menambah wawasan dan juga pengetahuan yang lebih bermanfaat. 🙏”Terima Kasih“🙏
You might also like